Berikut Ini Alasan KPK Tidak Menahan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi E-Ktp Isnu Edhi Wijaya
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Utama Perum
Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya pada Rabu, 1 Desember
2021. Tersangka kasus dugaan megakorupsi e-KTP itu diselisik soal aliran
uang bancakan proyek senilai Rp 5,9 triliun.
"Tersangka hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan
aliran uang dan posisi tersangka IEW (Isnu Edhi Wijaya) sebagai leader
dari konsorsium dalam pengadaan e-KTP,"ujar Plt Juru Bicara KPK Ali
Fikri dalam keterangannya, Kamis (2/12/2021).
Namun usai diperiksa, Isnu yang dijerat sebagai tersangka sejak Agustus
2019 ini tidak ditahan tim penyidik. Disebutkan, tak ditahannya Isnu
lantaran KPK masih mendalami bukti lain dalam kasus ini.
"Untuk yang bersangkutan belum dilakukan penahanan dan saat ini tim
penyidik masih melengkapi berkas perkara dengan menelusuri aliran dana
ke beberapa pihak terkait lainnya,"kata Ali.
Perlu diketahui, konsorsium PNRI merupakan pemenang lelang sekaligus
pelaksana proyek KTP-el. Konsorsium itu terdiri dari Perum PNRI, PT
Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra.
4 Tersangka
Terakhir kali KPK menetapkan empat tersangka baru kasus korupsi proyek
e-KTP. Penetapan tersangka terhadap keempat orang ini dilakukan pada
Agustus 2019.
Para tersangka e-KTP tersebut adalah mantan anggota Komisi II DPR RI
Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani, Direktur Utama Perum Percetakan
Negara RI (PNRI) sekaligus ketua Konsorsium PNRI Isnu Edhi Wijaya, Ketua
Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan KTP Husni Fahmi, dan Dirut PT
Shandipala Arthaputra Paulus Tanos.
Keempatnya disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU RI
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah
diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1)
ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sebelumnya, KPK lebih dahulu menjerat tujuh orang dalam kasus korupsi
e-KTPyang merugikan negara Rp 2,3 triliun. Ketujuh orang tersebut sudah
dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas proyek senilai
Rp 5,9 triliun.
Mereka adalah dua mantan pejabat Ditjen Dukcapil Kemendagri Irman dan
Sugiharto yang masing-masing divonis 15 tahun penjara, mantan Ketua DPR
RI Setya Novanto juga divonis 15 tahun penjara, pengusaha Andi Narogong
13 tahun penjara, dan Anang Sugiana Sudihardjo seberat 6 tahun penjara.
Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Massagung masing-masing 10
tahun penjara. Sementara itu, politikus Partai Golkar Markus Nari
divonis 8 tahun penjara dalam tingkat kasasi.
Namun dalam perjalannya, MA menyunat vonis Irman dan Sugiharto. Hukuman
Irman dipotong dari 15 tahun menjadi 12 tahun. Sementara Sugiharto dari
15 tahun menjadi 10 tahun.
Komentar
Posting Komentar